DAKWAH DI MASYARAKAT NELAYAN (PESISIR)
Makalah ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : AIK III
Dosen Pengampu : Agus Miswanto, M.A
Disusun oleh :
1. Ahmad Muflih Akbar Romadhon 16.0401.0032
2. Hamam Fuadhi 16.0401.0034
3. Rohmiatin 16.0401.0035
4. Siwi Mukti Wati 16.0401.0037
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang menugaskan umatnya
untuk menyebarkan dan mensyiarkan Islam kepada seluruh umat manusia baik dalam
keadaan bagaimana pun dan dimana pun, karena mau mundurnya umat Islam sangat
bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukan (Hafifuddin, 1998) .
Dakwah adalah sesuatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan,
tulisan, tingkah lau dan sebagainya yang dilakuka secara sadar dan berencana (Arifin, 1997)
Dakwah semestinya harus disesuaikan dengan sasaran. Pemakalah kali
ini akan membahas lingkunngan yang terakhir, yakni lingkungan nelayan
(pesisir).
Masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan
berkembang di kawasan pesisir. Pada umumnya masyarakt nelayan memiliki karakter
yang cenderung keras dalam hal karakter dan pola pikirnya hanya sebatas keadaan
pada lingkungan sekitar pesisir. Pendidikan dan pembelajaran agama yang di
dapat kurang, dikarenakan masyarakat nelayan cenderung memikirkan kebutuhan
untuk hidup, yakni mencari ikan di laut.
Dengan kondisi yang seperti itu adalah tantangan bagi pendakwah
dalam menerapkan metode yang tepat, sehingga orientasi yang diinginkan mampu
dicapai, yakni menciptakan masyarakat pesisir yang berbudi pekerti luhur serta
melakukan segala sesuatu dalam hidupnya sesuai syariat Islam yang diajarkan
oleh Rasulullah SAW.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
konsep dakwah?
2.
Bagaimana
proses pendekatan dakwah?
3.
Bagaimana
pendekatan dakwah di masyarakat nelayan (pesisir)?
C. Manfaat
Bagi mahasiswa, makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan
khazanah ilmu pengetahuan tentang dakwah di masyarakat pesisir.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dakwah
1.
Pengertian Dakwah
Ditinjau dari etimologi
atau Bahasa, kata dakwah berasal dari Bahasa Arab, uaitu da`a da`waran, artinya
mengajak, menyeru, memanggil.
Dakwah dalam pengertian
tersebut, dapat dijumpai dalam ayat-ayat Al-Quran antara lain:
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ
Yusuf berkata:
“Wahai tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka
kepadaku.” (QS. Yusuf: 33)
Dengan demikian, secara etimologi Dakwah dan Tbligh itu
merupakan proses penyampaian (tabligh) atas pesan-pesan tertentu yang berupa
ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut (Baqi) .
Sedangkan secara terminologi, telah banyak dibuat oleh para ahli,
dimana masing-masing definisi tersebut saling melengkapi. Walau berbeda-beda
susunan redaksinya, namun maksud dan makna hakikinya sama.
Dakwah
menurut para ahli, yaitu:
1.
Menurut Prof.
Toha Yahya Omar, M.A.
Mengajak manusia dengan cara
bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk
keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat (Omar, 1997) .
2.
Menurut
M. Natsir
Dakwah adalah
usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh
umat manusia konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia
ini” (Natsir, 1996) .
2.
Metode Dakwah
Metode dakwah adalah cara mencapai tujuan dakwah, untuk mendapatkan
gambaran tentang prinsip-prinsip metode dakwah harus mencermati firman Allah
Swt dan Hadits Nabi Muhammad Saw.
Prinsip umum tentang metode dakwah Islam yang menekankan ada tiga
prinsip umum metode dakwah yaitu ; Metode hikmah, metode mau’izah khasanah,
metode mujadalah billati hia ahsan, banyak penafsiran para Ulama‟ terhadap tiga
prinsip metode tersebut antara lain :
a. Metode hikmah menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya
mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan
dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keragu-raguan.
b. Metode mau‟izah khasanah menurut Ibnu Syayyidiqi adalah memberi
ingat kepada orang lain dengan fahala dan siksa yang dapat menaklukkan hati.
c. Metode mujadalah dengan sebaik-baiknya menurut Imam Ghazali dalam
kitabnya Ikhya Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar
fikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya,
tetapi mereka harus menganggap bahwa para peserta mujadalah atau diskusi itu
sebagai kawan yang saling tolong-menolong dalam mencapai kebenaran.
B.
proses pendekatan dakwah
Ada dua
pendekatan dakwah, yaitu:
1.
Pendekatan
Teoritis
Memahami dakwah secara teoritis
sebagai keilmuan, yang berarti dakwah merupakan ilmu pengetahuan sebagaiman
ilmu-ilmu lain, Ilmu dakwah ini muncul karena karena adanya fenomena alam yang
bersifat free will (akibat pikiran bebas) dan secara sepesifik ilmu ini
sebagai aplicatif science. Karena dakwah sebagai suatu ilmu maka tentu
ia telah memiliki filsafat keilmuan.
2.
Pendekatan
Praktis
Memahami dakwah secara praktis
sebagai suatu tindakan dan aksi untuk dikembangka, yang berarti perlu adanya
pemahaman dakwah yang relevan dengan pemahaman dengan kemampuan cakrawala piker
objek dakwah secara keseluruhan pada masa kini yang bersifat sangant kompleks
dan hetorogen.
Dengan demikian,
pengertian dakwah menjadi jelas dari sudut mana memandangnya. Karena dalam
realitasnya untuk memahami dakwah dapat ditinjau dari dua sudut pandang
sebagaiman disebutkan diatas.
C. Pendekatan
Dakwah Di Masyarakat Nelayan (Pesisir)
1. Pengertian
Pesisir
Pesisir adalah sebuah desa pantai yang sebagian besar penduduknya
bekerja sebagai nelayan. Menurut para ahli
a.
Menurut
(Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001)
Pesisir
merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. ke arah darat meliputi bagian
daratan, sedangkan ke arah alaut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi
oleh proses-proses alami.
b.
Berdasarkan
keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman
Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu.
Pesisir
didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
saing berinteraksi.
2.
Kehidupan Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tinggal dan hidup di
wilayah pesisir. Wilayah ini adalah wilayah transisi yang menandai tempat
perpindahan antara wilayah daratan dan laut atau sebalikanya (Dahuri dkk.
2001:5). Di wilayah ini, sebagian besar masyrakatnya hidup dari menngelola
sumber daya pesisir dan laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu, dari perspektif mata pencahariannya, masyarakat pesisir tersusun
dari kelompok-kelompok masyarakat yang bergam seperti nelayan, petambak,
pedagang ikan, pemilik toko, serta pelaku industri kecil dan menengah
pengolahan hasil tangkapan.
Di kawasan pesisiran yang sebagian besar penduduknya bekerja
menangkap ikan, sekelompok masyarakat nelayan merupakan unsur terpenting bagi
eksistensi masyarakat pesisir. Merka mempunyai peran yang besar dalam mendorong
kegiatan ekonomi wilayah dan pembentukan struktur sosial budaya masyarakat
pesisir. Sekalipun masyarakat nelayan memiliki peran sosial yang penting,
kelompok masyarakat lain juga mendudkung aktivitas sosial ekonomi. (Desy, 2013).
3.
Strategi Dakwah di Mayarakat
Pesisir
Berikut ini akan dijelaskan strategi dakwah di masyarakat pesisir,
dengan harapan orientasi dakwah dapat dicapai:
a.
Berdakwah
dengan membuat analogi menggunakan background kondisi yang ada di masyarakat
pesisir.
b.
Medium
yang digunakan haruslah sesuai dengan masyarakat pesisir yang menjadi audience.
Sebagai contoh, penceramah menggunakan bahasa yang mudah mereka cerna atau
menggunakan bahasa yang familiar di lingkungan mereka tinggal.
c.
Dalam
menyampaikan dakwah Islamiyah, tujuan seorang penceramah dalam berdakwah
haruslah sesuai dengan kondisi kebutuhan jama’ah pesisir. Dimana seorang
penceramah haruslah mengetahui apa yang menjadi kebutuhan mereka. Misalnya,
mereka membutuhkan asupan materi dakwah mengenai memanfaatkan ciptaan Allah
swt, adab berlaut, hubungan manusia dengan lingkungan, dll. Ketika yang
didakwahkan jauh dari hal yang mereka butuhkan, maka tujuan seorang penceramah
bisa jadi tidak tercapai.
d.
Nada
bicara seorang penceramah ketika berhadapan dengan masyarakat pesisir tidak
jauh beda dengan pengaturan nada bicara dengan jama’ah lainnya, tetapi harus
dipertimbangkan ketika penceramah harus enekankan sesuatu kepada mereka,
sementara angin bertiup dengan kencangnya. Hal ini mengakibatkan nada suara
haruslah dipertegas.
Dari penjelasan
di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa seorang penceramah dalam berdakwah
di masyarakat pesisir tidak terlalu berbeda dengan berceramah di masyarakat
lainnya, hanya saja penceramah haruslah mempertimbangkan situasi geografis,
karakter mereka. Di samping itu, penceramah haruslah lebih cerdas dlam membaca
situasi dan kondisi masyarakat yang menjadi sasaran jama’ahnya (Nurmy, 2016) .
D.
Eksistensi Muhammadiyah di
Masyarakat Pesisir
Muahammadiyah berdiri di kota Yogyakarta oleh KH. Ahmad Dahlan
beserta rekan-rekannya pada 16 November 1912. Dalam waktu yang relatif singkat
Muhammadiyah dapat mengepakkan sayapnya ke berbagaipenju, termasuk di
pelosok-pelosok, khususnya di wilayah-wilayah pesisir. Berikut beberapa wilayah
pesisir yang dijamah oleh Muhammadiyah.
1.
Muhammadiyah di Wilayah
Pesisir Lamongan
Muhammadiyah di kabupaten Lamongan berkembang besar di wilayah
pesisir Lamongan. Salah satunya adalah Blimbing, Paciran dan Brondong. Untuk
Blimbing dulunya adalah basis Masyumi. Segera setelah Masyumi bubar pada 1960,
masyarakat Blimbing banyak yang berbondong-bondong masuk dan aktif sebagai
anggota Muhammadiyah (burhani, 2015) .
2.
Muhammadiyah di Malang
Eksistensi Muhammadiyah di kota Mlang sudah tidak diragukan lagi.
Telah berdiri sangat banyak amala usaha Muhammadiyah di sana. Selain koperasi,
rumah sakit, juga Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang tersohor di
berbagai penjuru.
3.
Muhammadiyah di Sulawesi
Tengah
Muhammadiyah di Sulawesi Tengah dibawa oleh Buya Hamka, mantan
ketua PP Muhammadiyah seorang ulama besar asala Padang Sumatra Barat. Daerah
yang menjadi basis gerakan dakwah adalah desa Wani, Kabupaten Donggala yang
masuk dari arah Gorontalo. Meskipun sedikit berat perjuangan dakwah Muhammadiyah
di wilayah tersebut, yakni dianggap menggusur tradisi yang sudah ratusan tahun
melekat, namun dengan gigih Muammadiyah terus mengepakkan sayapnya. Hingga
sekarang terbukti berdiri kokoh sebuah Universitas di wilayah tersebut, yakni
Universitas Muhammadiyah Palu (UMP) (pencerah,
2017) .
Demikian beberapa eksistensi Muhammadiyah. Selain yang disebutkan
diatas, masih banyak peran Muhammadiyah dalam meningkatkan mutu dalam berbagai
aspek sosial, khususnya di wilayah masyarakat pesisir.
BAB III
KESIMPULAN
Dakwah adalah sesuatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan,
tulisan, tingkah lau dan sebagainya yang dilakuka secara sadar dan berencana.
Dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara kelompok agar timbul dalam
dirinya suatu pengertian, kesadaran sikap, pengahayatan serat pengamatan
terhadap ajakan agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya dengan tanpa
adanya unsur-unsur paksaan.
Dakwah yang relevan dengan pemahaman dengan kemampuan cakrawala
piker objek dakwah secara keseluruhan pada masa kini yang bersifat sangant
kompleks dan hetorogen.
Seorang penceramah dalam berdakwah di masyarakat pesisir tidak
terlalu berbeda dengan berceramah di masyarakat lainnya, hanya saja penceramah
haruslah mempertimbangkan situasi geografis, karakter mereka.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, M. (1997). Psikologi Dakwah. Jakarta:
Bulan Bintang.
Baqi, M. A. Al-
Mu'jam Al- Mufahras Al- Fazh Al- Quran. Cairo: Dar Al- Kutub Al-
'Arobiyyah.
Blog, I. (2011, April
17). Konsep Dakwah untuk Masyarakat Pesisir. Dipetik Desember 13,
2017, dari imaji@liablog: http://www.imajialiardianto.blogspot.co.id
burhani, n. (2015,
februari 1). muhammadiyah pesisir oleh Moh. Habib Asyad. Dipetik
januari 29, 2018, dari muhammadiyah studies:
http://www.muhammadiyahstudies.blogspot.co.id
Desy, A. (2013, Mei
2). Masyarakat Pesisir. Dipetik Desember 13, 2017, dari Cahaya Dakwah:
http://www.zarifah91.blogspot.co.id
Hafifuddin, D.
(1998). Dakwah Aktual. Jakarta: Gema Insani.
Mahfudz, S. A.
(1952). Hidayat Al-Mursyidin. Cairo: Dar Kutub Al- Arabiyyah.
Munawwir, W. (1994). Kamus
Al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif.
Natsir, M. (1996). "Fungsi
Dakwah Perjuangan" dalam Abdul Munir Mulkhan. Yogyakarta: Sipres.
Nurmy, A. (2016).
Gaya Bahasa Dakwah di Daerah Pesisir. Jurnal IAIN Pontianak , 39-41.
Omar, T. Y. (1997). Ilmu
Dakwah. Jakarta: Wijaya.
pencerah, t. s.
(2017, juni 14). sejarah masuknya muhammadiyah ke sulawesi tengah lewat
buya hamka tahun 1930. Dipetik januari 29, 2018, dari sang pencerah:
http://www.sangpencerah.id
Komentar
Posting Komentar